Rabu, 06 Juli 2011

Jurnal Pendidikan Kimia

PENDEKATAN PEMBELAJARAN KONSEP IKATAN KIMIA YANG SESUAI DENGAN PENDEKATAN ILMIAH DAN PEDAGOGI

Kajian Jurnal ini untuk dijadikan refleksi..mengapa topik Ikatan Kimia dianggap sulit oleh siswa dan bahkan guru pun sulit mengajarkannya….

Pemahaman ikatan kimia yang komprehensif sangat penting, agar dapat menguasai hampir semua topik kimia seperti senyawa karbon, protein, polimer, asam-basa, energi kimia dan termodinamika. Namun berdasarkan berbagai literatur, konsep ikatan kimia dianggap oleh guru, siswa dan kimiawan sebagai konsep yang sukar.

Selama dua dasawarsa ini, banyak peneliti menemukan bahwa siswa kurang memahami konsep ikatan kimia secara mendalam dan gagal mengintegrasikan model mental ke dalam suatu kerangka konseptual yang koheren.

Terjadinya miskonsepsi pada siswa pada konsep-konsep tersebut telah banyak dilaporkan di seluruh dunia. Hal ini karena siswa ‘bergerak’ dalam dunia materi yang makroskopik sehingga tidak mudah bagi mereka mengikuti pergeseran pemikiran antara tingkat makroskopik ke sub mikroskopik. Akibatnya mereka cenderung membangun konsepsi alternatif dan model mental yang tidak ilmiah. Berdasarkan penelitian Taber (2002), sebagian besar konsepsi alternatif siswa bukan hanya diturunkan dari pengalaman belajar informalnya sendiri tetapi berasal dari pembelajaran sains sebelumnya.

Konsepsi alternatif siswa yang disebabkan oleh cara mengajar guru itu menurut Taber (2002) disebut pedagogical learning impediment (rintangan pedagogi belajar). Pernyataan itu juga didukung hasil studi pendahuluan peneliti (Levy Nahum, et al) terhadap prestasi kimia siswa berdasarkan uji ‘high-stakes’ dan kaji ulang pendekatan pembelajaran selama 14 tahun bahwa pemahaman siswa yang dangkal bukan hanya karena faktor internal konsep ikatan kimia yang rumit, namun adanya faktor eksternal yang menyesatkan, yaitu pendekatan pembelajaran tradisional oleh guru dan buku teks serta metode asesmen yang digunakan.

Oleh karena itu peneliti perlu melakukan perubahan pendekatan tradisional secara radikal, yaitu mengembangkan pendekatan pembelajaran baru untuk konsep ikatan kimia dan mengkonstruksi suatu perbaikan pendekatan yang sesuai dengan pandangan ilmuwan.

B. MASALAH

Sasaran yang ingin dituju dari penelitian adalah mengembangkan outline untuk pendekatan pembelajaran baru pada konsep ikatan kimia agar dapat meningkatkan pemahaman siswa SMA. Pertanyaan penelitiannya adalah : 1) Apakah sajakah tujuan belajar kunci dan usulan yang diajukan ilmuwan dan guru kimia senior untuk memperbaiki pendekatan pembelajaran konsep ikatan kimia ? ; 2) Apakah tugas-tugas asesmen baru yang dilandasi pengembangan tujuan belajar kunci yang spesifik dan performans belajar lebih dapat mendiagnosis pemahaman siswa terhadap konsep ikatan kimia dibandingkan dengan pertanyaan tradisional pada ujian ‘high-stakes’ ?

C. LANDASAN TEORI

Kesidou dan Roseman (2002) menyatakan materi kurikulum mempunyai peran utama dalam proses belajar mengajar, karena banyak guru yang mengandalkannya untuk digunakan sebagai konten dan pengetahuan pedagogi konten. Namun pendekatan tradisional sebagaimana terlihat pada banyak buku teks kimia terlalu berlebihan dalam menyederhanakan konsep ikatan kimia, sehingga tidak menjadi alat ilmiah yang bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Menurut Wiggins dan Mc Tighe (1998), semua pembelajaran memang perlu disederhanakan, namun ada perbedaan pokok antara pengembangan pembelajaran yang disederhanakan (simplified instruction) dengan pendekatan terlalu disederhanakan (simplisticapproach) yang menyembunyikan ketidakpastian, argument dan tidak meninjau ulang model penyederhanaan. Pendekatan yang terlalu disederhanakan seperti pada teks book (dan pembelajaran) seolah-olah menyatakan bahwa pemikiran, kreatifitas, skeptisisme atau argumentasi tak lagi diperlukan. Hal tersebut tentu akan mereduksi pertanyaan siswa yang sebenarnya penting untuk mengembangkan pemahaman yang dalam dan gagasan-gagasan besar .

Berikut ini hasil pengkajian ulang peneliti mengenai pendekatan pembelajaran tradisional yang terdapat pada buku teks kimia SMA dan kimia dasar universitas serta kurikulum :

  1. Klasifikasi unsur ke dalam logam, non logam dan semilogam dijadikan landasan untuk membuat dihotomi dalam mengklasifikasikan ikatan kimia, yaitu ikatan kimia terjadi antara unsur nonlogam dan ikatan ion terjadi antara logam dan non logam
  2. Ada empat kelompok senyawa yang tersusun dari : kisi ionik, kisi molekular, kisi kovalen dan kisi logam. Setiap struktur dari kisi dielaborasi dan diskusikan dengan meninjau jenis ikatan antar partikel. Namun jenis ikatan kimia (ion, kovalen dan logam) seringkali didiskusikan sebagai kesatuan yang berbeda ;
  3. Konsep polaritas diperkenalkan hanya sebagai suatu sifat yang berhubungan dengan ikatan kovalen ;
  4. Ikatan kovalen dan interaksi van der waals tidak dinyatakan sebagai ikatan kimia, tetapi hanya sebagai gaya ;
  5. Hukum oktet digunakan sebagai penyederhanaan yang berlebihan, karena untuk terjadinya ikatan, tidak selalu atom harus memiliki kulit elektron yang penuh. Akibat penggunaan hukum oktet ini, ikatan hidrogen tidak dapat diterima sebagai ikatan kimia.

Keberhasilan suatu asesmen tergantung pada sifat dan kualitas butir-butir soal, strategi dan tugas-tugas yang digunakan untuk menjaring petunjuk performans belajar siswa, seperti metode yang digunakan untuk menafsirkan makna performans siswa yang diukur (Wilson dan Berthenthal, 2006). Perkins (1998) menyatakan pemahaman mempunyai makna mampu menyelesaikan bermacam-macam performans yang menunjukan seseorang memahami konsep.

Resiser, et.al,( 2003) menggunakan istilah performans belajar untuk mengilustrasikan pemahaman yang harus dimiliki siswa sebagai hasil bermacam-macam performans tugas. Pengembang kurikulum, pertama-tama harus menentukan tujuan belajar kunci dan kemampuan yang diharapkan diperoleh siswa sebelum menyusun materi pelajaran dan asesmen. Untuk mengukur apakah siswa sudah belajar konsep-konsep kunci, maka perlu ; a) menterjemahkan pernyataan pengetahuan deklaratif menjadi suatu susunan performans kogitif yang dapat diobservasi ; b) dengan tegas menyatakan apa saja jenis performans kognitifnya.

Pertanyaan-pertanyaan dalam asesmen tradisional tidak dilandasi tujuan belajar kinci yang spesifik sehingga tidak dapat mengukur performans belajar. Sistem asesmen seperti itu mengurangi upaya guru-guru yang ingin memastikan terjadinya belajar bermakna dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Berikut ini contoh pertanyaan-pertanyaan pada asesmen tradisional tidak menguji performans belajar : a) Manakah zat yang memiliki titik leleh tertinggi ; BaCl2 ataukah C (intan) ? Jelaskan jawabanmu! (Jawaban: titik leleh C lebih tinggi daripada BaCl2, karena ikatan kovalen antara atom-atom karbon dalam intan lebih kuat daripada ikatan ion dalam BaCl2). Pertanyaan itu tidak relevan , siswa harus membandingkan titik leleh dua struktur kisi raksasa yang berbeda dan tanpa pemahaman kualitatif, sehingga jawaban hanya dilandasi ingatan yang tidak ilmiah dan terlalu disederhanakan tanpa dilandasi pengetahuan mengenai kekuatan ikatan ; b) Titik didih Cl2O lebih rendah daripada titik didih H2O2. Jelaskanlah fakta tersebut !Titik didih Cl2O lebih rendah daripada titik didih H2O2 karena ikatan hidrogen antara molekul H2O2 lebih kuat daripada interaksi van der Waals antara molekul Cl2O). Meskipun pertanyaan itu dapat dijawab, sebenarnya tidak dijamin siswa benar-benar mengerti relevansi konsep-konsepnya (pseudoconceptions) dan argumennya tidak ilmiah (Jawaban:

Kesulitan siswa pada ikatan kimia tidak selalu karena fenomena miskonsepsi. Tampaknya siswa sering menjawab pertanyaan menggunakan istilah yang digunakan gurunya tetapi tidak memahami sepenuhnya konsep tersebut. Vinner (1997) menyarankan penggunaan istilah pseudoconception , apabila siswa menggunakan istilah yang benar pada konteks yang benar tanpa menggunakan pemikiran konseptual atau pemahaman ilmiah. Berdasarkan studi terdahulu dari berbagai rujukan dan kajian terhadap metode asesmen tradisional yang telah digunakan, ada tiga kategori kesulitan siswa terhadap ikatan kimia, yaitu : 1) kekeliruan mengenai ikatan intramolekular dan ikatan intermolekular ; 2) cenderung terlalu mengeneralisasikan (overgeneralize) dan menggunakan hafalan (rote memorize) daripada eksplanasi ilmiah ; 3) menggunakan istilah dan konsep yang benar namun tidak memahami makna atau relevansi konseptualnya (pseudoconceptions). Oleh karena itu perlu disarankan untuk menyesuaikan asesmen, kurikulum dan pembelajaran dengan tujuan kunci belajar spesifik yang esensil untuk belajar bermakna.

Pembahasan di atas mengenai buku teks kimia tidak dimaksudkan untuk menyalahkan buku-buku tersebut sebagai penyebab siswa tidak mengerti topik tertentu atau tidak berfikir ilmiah. Sebagaimana yang disarankan Kuhn (1970) instruksi didaktik sekarang ini cenderung memperlakukan pengetahuan seolah-olah sudah pasti dan final. Kombinasi pendekatan tradisional yang digunakan oleh pengembang kurikulum di seluruh dunia dan tuntutan asesmennya menghasilkan perkembangan PCK (pedagogical content knowledge) yang over simplistic (terlalu menyederhanakan), antara lain menggunakan generalisasi yang berlebihan dan mendefinisikan secara absolute. Karenanya tidak sesuai dengan pengetahuan ilmiah yang up to date dan gagal dalam mengembangkan pemahaman konseptual. Hal tersebut dapat terefleksi dari miskonsepsi dan pseudokonsepsi yang dimiliki siswa.

Menurut Magnusson, Krajcick dan Borcko (1999) : PCK adalah pemahaman guru tentang bagaimana membantu siswa menguasai materi subyek spesifik. Termasuk di dalamnya pengetahuan tentang bagaimana bagian-bagian topik materi subyek, masalah dan isu-isu dapat diorganisir, direpresentasikan dan disesuaikan dengan perbedaan minat dan kemampuan pembelajar sehingga disajikan untuk pengajaran. PCK tradisional mengenai ikatan kimia (juga diistilahkan oleh Magnusson, (1999) sebagai pengetahuan pedagogi konten spesifik telah dikembangkan selama dua decade dalam komunitas pendidikan kimia sekolah menengah. Pedagogi konten spesifik itu menjadi petunjuk guru dalam mengajar di kelas. Para pengambil keputusan di komunitas pendidikan kimia seluruh dunia seringkali membuat pengetahuan seolah-olah sudah pasti dan final. Taber (2005), salah satu guru professional, menyatakan bahwa untuk menemukan cara untuk membuat gagasan kompleks dapat diakses, tetapi seimbang memerlukan sajian materi dengan cara yang sahih secara ilmiah dan memerlukan suatu program yang sesuai dengan belajar masa depan. Dengan perkataan lain, guru perlu menemukan ‘ tingkat penyederhanaan yang optimal’ ; penyederhanaan yang cukup yang cocok disajikan untuk kebutuhan siswa, tetapi tidak berlebihan mengabaikan kebutuhan masa depan.

D. METODOLOGI

Penelitian ini melibatkan partisipan yang terdiri dari :

a) Ahli kimia senior dan ahli pendidikan kimia senior (10 orang) diwawancara untuk mengetahui bagaimana persepsi dan eksplanasi ilmiah serta pandangannya mengenai pendekatan pedagogi untuk mengajarkan konsep ikatan kimia .

b) Seorang ahli kimia fisik (termasuk dari yang 10 di atas) memimpin 20 orang guru/dosen kimia ahli dalam simposium ilmiah untuk membahas dan mendiskusikan konsep ikatan kimia berdasarkan pendekatan ilmiah masa kini, sehingga para peserta terdorong meninjau ulang pendekatan pengajarannya.

c) Guru kimia ahli sebanyak 10 orang dilibatkan dalam workshop (sebagai kelompok focus) untuk menganalisis lebih dalam mengenai metode asesmen tradisional , ketidaksesuaian pendekatan tradisional dengan pendekatan ilmiah, merumuskan tujuan belajar utama dan menyusun pendekatan baru untuk mengajarkan ikatan kimia serta menyusun tugas-tugas asesmen baru berdasarkan sejumlah performans belajar.

d) Siswa kimia kelas 11 (77 orang) untuk menguji coba tugas-tugas asesmen baru yang disusun selama workshop dan hasilnya dibandingkan dengan metode asesmen tradisional.

Data yang diperoleh dari rekaman dan catatan lapangan pada simposium, wawancara dan workshop digabungkan dan dianalisis secara kualitatif, menggunakan metode triangulasi. Sedangkan data hasil uji coba asesmen baru dibandingkan dengan tes ME menggunakan uji nonparametrik McNemars

E. HASIL PENELITIAN

  1. Tujuan belajar kunci yang diusulkan agar meningkatkan pemahaman siswa adalah : a) ikatan kimia tidak dapat dibahas melalui susunan definisi yang kaku atau klasifikasi dihotomi ; b) semua ikatan kimia merupakan gaya elektrostatik sesuai hukum Coulomb ; c) keseluruhan rentang kekuatan ikatan kimia dapat dipetakan dalam skala kontinum sesuai gaya elektrostatiknya ; d) ada prinsip dan konsep kunci yang sentral dan umum untuk semua ikatan kimia (gaya repulsi /atraksi, titik ekuilibrium, energi ikatan, panjang ikatan dan kelektronegatifan; e) model kualitatif bisa digunakan untuk menjelaskan fenomena kimia namun terbatas; f) mekanika kuantum digunakan untuk menyelesaikan masalah perhitungan ikatan kimia.
  2. Pendekatan pembelajaran dimulai dari konsep kunci dan prinsip-prinsip dasar umum dan selanjutnya senyawa molekular dan kisi kristal, yaitu sbb : a) pembentukan ikatan kimia dijelaskan sesuai kurva energi , ukuran energi ikatan dan panjang ikatan ; c) menyajikan skala kontinum ikatan kimia ; d) struktur elektron dan keelektronegatifan penting untuk menentukan jenis ikatan yang mungkin terjadi; e)molekul poliatomik tunggal diuraikan berdasarkan karakteristik antar atom dan model visual ; e) membahas sifat-sifat dan fenomena zat molekular dan kisi raksasa berdasarkan ikatan dan struktur.
  3. Siswa yang berhasil mencapai skor tinggi pada asesmen ME tidak memahami konsep kunci, namun tugas-tugas pada asesmen baru dapat menggali kemampuan siswa untuk menunjukkan pemahamannya terhadap konsep kunci (menunjukkan performans belajar yang diharapkan)

F. KOMENTAR TERHADAP PENELITIAN TERSEBUT

  1. Keunggulan: a)menggunakan penelitian pendahuluan, sehingga peneliti mampu menemukan masalah pokok dan memformulasikan penyelesaiannya ; b) melibatkan banyak pakar untuk memperoleh penyelesaian masalah; c) pokok permasalahan dan bagaimana penyelesaiannya diuraikan cukup jelas.
  2. Kelemahan : a) Pendekatan pembelajaran baru belum diuji cobakan, Hasil penelitian yang dilaporkan hanya mengenai hasil asesmen. Ketidak sesuaian judul dengan masalah yang diteliti; b) hanya memberikan rambu-rambu untuk mengembangkan tujuan dan pendekatan pembelajaran ; c) performans belajar yang dimaksud kurang diuraikan dengan jelas ; c) tidak ada penjelasan apakah struktur Lewis perlu diajarkan atau tidak ; d) tidak ada penjelasan media pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar